Jiwa Yang Tersesat
Menerawang angkasa, menembus kepekatan alam, menyibak mesteri-misteri yang terselubung dibalik layar kehidupan di dunia fana. Melewati padang kehampaan, menyusuri lembah kegelisahan, menapaki jalan kebimbangan, mendaki puncak keputusasaan, menyebrangi jembatan kenistaan dan mengarungi lautan ketidakpastian. Kesedihan yang mendalam dan penuh dengan duka lara bercampur dengan tanda tanya menyelimuti setiap jengkal ruang kalbu dan menghiasi dinding-dinding hati yang mulai retak.
Menjalani hidup tanpa sandaran dan tanpa pijakan yang pasti. Sendiri melanglangbuana mencari ketetapan dan ketenangan dalam penat dan riuhnya gemuruh kebahagiaan yang diwarnai canda tawa dan ajakan iblis yang menyesatkan. Jiwa yang bergelora, nafsu yang menggila dan iblis pun tertawa riang menyaksikan seorang anak manusia yang terlena dan terbuai dalam aneka hidangan beraroma neraka hingga akhirnya terkapar tak berdaya dalam penjara penyesalan.
Segala cara telah ditempuh, berbagai tempat telah disinggahi, bermacam sumber telah didatangi tetapi masih belum memberikan jawaban pasti dalam menapaki jalan menuju kebenaran hakiki. Menghitung hari, menjalani waktu dan melewati masa yang penuh dengan misteri hingga mengantarkan jiwa ini melanglangbuana menjadi musafir.
Secercah cahaya yang mulai redup, perlahan memapah jiwa yang tersesat melewati detik-detik kepiluan dalam kegelapan, melewati malam-malam yang sesak dengan kesunyian, mengarungi samudera kehidupan walau harus terombang-ambing tiada keseimbangan dan kepastian.
Berbekal asa dan keyakinan dalam diri jiwa yang tersesat terus melangkah menapakan kakinya di permukaan bumi yang terhampar luas, terus dan akan terus melangkah sampai tiba saat dikala kebenaran hakiki diraih dan pancaran Cahaya Ilahi yang tak pernah padam menerangi jalan-jalan kehidupan dalam menjalani sisa waktu sebelum jiwa yang tersesat memenuhi panggilan-Nya.
PERJALANAN MENCARI KEBENARAN
Perjalanan mencari kebenaran, perenungan akan lurusnya suatu jalan dan usaha untuk mencari sebuah keyakinan adalah bagian dari sebuah proses dalam menjalani kehidupan. Aktivitas yang menjadi rutinitas dalam hidup telah mencapai pada posisi titik jenuh dimana situasi dan kondisi terasa tak lagi sesuai dengan kehendak hati, tidak seirama dengan keinginan yang dibutuhkan oleh jiwa dan raga. Semuanya terasa begitu hampa, segalanya terasa tak berarti hingga mengarah pada batas keputusasaan.
Dunia terasa begitu sempit, pandangan menjadi terbatas, alam fikiran tak mampu lagi untuk berfikir jernih dan hatipun menjadi gudang segala rasa yang penuh dengan keluh kesah, kedengkian dan menjadi sesak dengan berkumpulnya perasaan-perasaan dari bisikan iblis-iblis yang menyesatkan.
Itulah kehidupan, laksana air laut yang tidak selalu surut dan tidak selalu pasang. Silih berganti dari satu kondisi kepada kondisi lainnya, berputar laksana roda yang terkadang berada diposisi teratas namun kadang pula harus rela berada di posisi paling bawah. Orang bijak mengatakan “hiduplah seperti karang dilautan, walau jutaan terjangan ombak datang silih berganti namun tetap berdiri kokoh tiada bergeming dan pantang mundur”. Itulah bagian dari isyarat Sang Pencipta yang disediakan untuk makhluk ciptaan-Nya.
Sudah menjadi karakter dan sifat manusia yang cenderung putus asa, lemah dan merasa tidak puas dengan suatu keadaan. Selalu berkeluh kesah penuh dengan kebimbangan, selalu merasa kekurangan diselimuti penderitaan. Merasa diperlakukan tidak adil dan merasa paling sengasara didunia. Namun Sang Pencipta tetap Maha Pengampun dan Maha Bijaksana.
Alam yang terhampar begitu luas, penuh dengan keindahan dan panorama yang menawan memberikan kesejukan bagi mata yang selalu memandang. Langit yang berwarna biru dihiasi putihnya awan, lukisan alami ciptaan Sang Maha Karya. Samudera yang membentang adalah lautan keni’matan dan fasilitas yang serba lengkap yang disediakan bagi manusia oleh Sang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Kealpaan dan kekhilafan membutakan mata hati untuk memandang betapa luasnya karunia yang telah diberikan, kefasikan dan kemunafikan dirii menutup indera pendengaran untuk mendengarkan lantunan kalam Ilahi yang mengalun seiring hembusan bayu. Kedengkian dan keegoisan dalam diri menjadi belenggu hati untuk menerima secercah cahaya dari Sang Maha Pencipta.
Belajar menghadapi kenyataan
Sepahit apapun dan seburuk apapun kenyataan itu harus kita terima walaupun semua itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi untuk melewati semua itu butuh kesiapan mental agar bisa menerima dan menjalaninya. Memang berbicara merupakan hal yang sangat mudah, namun melaksanakannya tak semudah yang kita bicarakan. Lalu apakah sesuatu yang sulit itu tidak bisa dilakukan ? dan lantas kita hanya bisa pasrah dan tidak berbuat apa-apa?
Barangkali pertanyaannya bukan seperti itu, melainkan bagaimana agar kesulitan itu bisa menjadi kemudahan ? atau bagaimana sutu pekerjaan yang sulit dapat dikerjakan dengan mudah ?
Bagaimana cara, tehnik atau metode agar bisa melakukan semua itu ?
Hadapi dan jalani saja dulu perkejaan yang kita rasakan sulit, sebab pasti kemudahan akan menghampiri kalau kita sudah mengetahui letak kesulitan dari pekerjaan yang kita hadapi. Jawaban sebenarnya ada dalam diri kita, ada dalam fikiran kita dan ada dalam kemampuan terpendam yang terkadang tidak kita sadari. Kita selalu tersugesti oleh fikiran-fikiran negatif yang timbul dalam fikiran kita, ketakutan mengalahkan akal sehat kita, keraguan menghambat kreatifitas dan membatasi kemampuan kita untuk melangkahkan kaki kearah tujuan hidup kita. Kegagalan selalu membayangi dan menghantui seolah-olah pekerjaan yang belum kita kerjakan sudah kita kerjakan, sehingga langkah pun seakan terhenti dan biasanya kita lari sebelum genderang perang ditabuh dan akhirnya kita pun kalah sebelum berperang.
Tekad yang bulat dan keyakinan yang teguh harus kita jadikan tameng untuk menghantam segala jenis fikiran negatif dan perasaan ragu serta rasa takut yang berlebihan. Dan kalau seandainya itu semua bisa kita tepis, jalan menuju arah tujuan terlihat jelas dan pintu keberhasilan pun semakin terbuka lebar. Selanjutnya kita akan tahu seberapa sulit jalan yang telah kita tempuh dan kita bisa mengetahui lebih besar mana antara kesulitan yang kita hadapi dengan kemudahan yang telah kita jalani.
Perbedaan Bukan Untuk Diperdebatkan
dan Jadi Jurang Pemisah serta Alat Pemecah Umat
Bathin yang meronta, jiwa yang tersedu menangis meratapi setiap kejadian yang terjadi dalam kehidupan umat islam. Semua orang berargumen, semua orang berekspresi dengan bebas, semua orang menafsirkan ayat-ayat Allah dengan lepas sesuai dengan latar belakang dan bidang keilmuannya. Kondisi semakin parah dimana kondisi islam yang sedang terpuruk mulai dari ilmu pengetahun, tekhnologi, pendidikan, budaya dan sosial kemasyarakatan yang mulai luntur, kini diperparah oleh persaingan antar ulama dalam menyampaikan risalahnya. Saling menghujat, saling mencela, saling merendahkan, saling menghina, saling menghasut, saling membenci, saling mengintip rahasia, saling bersaing, saling mencari keburukan, saling meremehkan dan saling menganggap kafir terhadap saudara sesama muslim yang berbeda persepsi dan cara berfikir.Apa yang terjadi ? islam kini telah terbagi kedalam beberapa fikrah dan masing-masing fikrah bangga dengan fikrahnya dan merasa paling benar, paling suci dan paling murni keislamannya.
Perbedaan cara berfikir dan perbedaan cara memandang suatu permasalahan inilah yang menjadi jurang pemisah antara umat islam yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan persepsi inilah yang menjadikan Umat Islam terbagi kedalam beberapa golongan (Fikrah) dan masing-masing golongan merasa golongannya yang paling benar dan paling Nyunnah (sesuai dengan risalah Rasulullah, Sunnah).
Sebenarnya kalau dikaji lebih dalam kita akan tahu bahwa dari banyaknya perbedaan faham dan persepsi tersebut ternyata semuanya bersumber dari satu sumber dan menuju kepada sumber yang sama. Landasan berfikir (sumber) dalam menjalankan Syariat Islam dari semua golongan (atau Organisasi Islam) yang ada adalah sumbernya dari Al Qur’an dan Al Hadits.
Lalu apa yang menyebabkan perbedaan dikalangan umat Islam semakin menganga Lebar?
Perbedaan kultur, latar belakang pendidikan, lingkungan masyarakat, perbedaan bidang keilmuan dan perbedaan-perbedaan lainnya yang sebenarnya hanyalah masalah kecil dan tidak prinsip yang entah sengaja atau tidak masalah tersebut dibesar-besarkan. Akan tetapi masalah besar yang paling prinsip adalah kegooan dari masing-masing ulama dari fikrah-fikrah yang ada yang enggan dan tidak mau duduk dalam satu forum musyawarah untuk mengkaji dan menelaah Islam agar perbedaan-perbedaan persepsi dan Tafsir Al Qur’an yang multi tafsir bisa dipadukan dalam satu kesepakatan dan satu keputusan sehingga akan tercermin bahwa memang benar kalau Umat Islam Adalah Umat Yang Satu. Sehingga tidak adanya lagi saling hujat, saling membenci dan saling menghina antar sesama umat Islam yang terkadang kerap terjadi bentrokan fisik. Dimana letak Islam Yang Rahmatan Lil’alamin?
Renungkanlah Hadist Rasulullah Berikut Ini :
“ Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kamu saling menghasut, saling membenci, saling mengintip rahasia, saling bersaing, saling mencari keburukan, saling menawar lebih tinggi dengan maksud agar orang lain menawar lebih tinggi, saling memutuskan hubungan, saling bermusuhan, jangan jual beli yang satu mengganggu jual beli yang lain. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan Allah. Yaitu seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lian. Tisak boleh menganiayanya, tidka boleh menelantarkannya dan tidak boleh menghinakannya.
Takwa ada disini, takwa ada disini, kata Rasulullah sambil menunjuk dadanya.
Cukup merupakan kejelekan seseorang apabila menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, kehormatan dan hartanya.
Hati-hatilah bersangka buruk, karena sesungguhnya bersangka buruk adalah omongan yang paling berdusta.
Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk kamu dna hartamutetapi ia melihat hati dan perbuatanmu”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Orang Islam yang sejati adalah orang, yang mana orang-orang Islam lainnya selamat dari ucapan dan perbuatannya” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“ Mencaci orang Islam adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran” (H.R. Bukhari)
“Bukan orang mukmin yang sempurna, yang suka mencemarkan kehormatan, mengutuk, buruk akhlak dan yang berbicara kotor”. (H.R. Muslim)
“ Barang siapa tertutup dari kelemahlembutan maka ia tertutup dari segala kebaikan” (H.R. Muslim).
Rekondisi
Sebuah kondisi yang tengah terjadi membuat atmosfer kehidupan semakin tak menentu. Merah tak lagi menjadi berani dan putihpun tak lagi menjadi suci, aturan hanyalah sebuah aturan, peringatan menjadi sebuah peringatan. Yang tersisa hanyalah sepotong asa dari jiwa-jiwa yang tersingkir dalam derasnya arus kehidupan, jiwa-jiwa yang terkapar dalam arus globalisasi yang semakin liar dan tak terkendali, jiwa-jiwa yang bosan dengan riuhnya gemuruh kenistaan berbalut kebahagiaan dan cinta.
Tak disadari semua terjadi seolah berjalan dengan apa adanya, mengalir mengikuti jalur-jalur yang tersedia, merambah seakan semuanya adalah sebuah takdir. Jalan kehidupan yang terhampar dari sebuah fenomena semakin terkuak, tawa renyah dan senda gurau seakan menghiasi kepunahan sebuah peradaban. Ekspresi jiwa yang mengalir bebas membawa kehidupan ini kedalam kondisi yang sangat memperihatinkan.
Keterpurukan sebuah peradaban takkan bisa dielakkan lagi, karena tiang-tiang yang berfungsi sebagai penopang kehidupan kini telah rapuh yang entah terserang ataupun diserang rayap-rayap yang banyak dipuja dan digandrungi bahkan dijadikan tumpuan harapan. Rayap-rayap itu bagaikan virus yang menyebar dengan perlahan namun pasti berbalut perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Semua yang terjadi biarlah terjadi, akan tetapi apa yang belum terjadi kini menjadi sebuah pilihan, dimana itu mungkin saja akan terjadi ataupun tidak akan pernah terjadi. Tinggal bagaimana jiwa-jiwa yang tersebar di empat penjuru mata angin dan berbagai sudut kehidupan menjadi bijaksana dalam mengambil sebuah pilihan kehidupan.
Namun pertanyaan yang ada, masihkah ada jiwa-jiwa yang bijaksana untuk mengambil pilihan yang bijaksana? Masihkah ada jiwa-jiwa yang peduli akan hancurnya sebuah peradaban? Masih adakah jiwa-jiwa yang terbuka mata hatinya dalam membaca kehidupan?
Anda yang faham dan mengerti maksud dari tulisan ini, adalah bagian dari jiwa-jiwa yang bijaksana, yang punya kepedulian dan memiliki nurani dalam mengambil sebuah pilihan jalan kehidupan, yang tidak menginginkan akan terjadinya keterpurukan dan kehancuran sebuah peradaban.
Dimanapun anda, bagaimanpun keadaan anda, jiwa ini menanti kehadiran jiwa-jiwa anda yang ingin dan akan melakukan tindakan REKONDISI.
Rahasia Di Balik Keheningan Malam
Ditengah kesunyian malam, ada ketenangan, ada keheningan dan ada kesejukan yang merasuk kedalam kalbu, ada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang belum bisa dijawab, ada kekuatan lain yang menjernihkan alam fikiran, ada misteri yang memberikan energi yang potensial, ada solusi bagi permasalahan yang belum terpecahkan dan ada rahasia Ilahi yang bisa diterima bagi insan yang mau berpadu dengan keheningan malam.
Anginnya yang berhembus membelai lembut dan merasuk kedalam jiwa yang haus akan ketenangan, kesejukan dan kedamaian dalam menikmati kehidupan. Suasananya yang khas membangkitkan gairah yang penuh dengan motivasi untuk melangkah lebih jauh menatap masa depan. Hayati, resapi dan rasakan kenikmatan sejati ditengah kesunyian malam.
- Wassalam –
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan...
